KEBIASAAN Axell jika sudah main, selalu melontarkan “Malas pulang nih,” beberapa bulan lalu dia pernah datang pukul 00.00 WIB karena
takut dimarahi bonyoknya karena pulang terlalu malam, tak hanya itu, Axell
pernah datang tanpa sepengetahuan Aku dan ketika pagi-pagi dia udah ada di
samping Aku lagi tidur dengan pulasnya.
Hari itu, Aku punya niatan untuk cerita tentang Vian. Tapi tertunda
karena Axell
curhat dan minta solusi buat nembak Janney, Aku lebih suka menyebutnya dengan
diskusi dibandingkan curhat. Melihat Axell
galau, terlintas fikiran jahat gue untuk meninggalkannya tidur. Tapi ku
surutkan hal tersebut, “Lo kan playboy kok minta saran sama gue? Gak takut tuh
di bilang cemen? Haha,” ledek gue. Axell tidak marah sama sekali, dia malah tertawa.
“Haha, brengsek. Gue lagi jaga image,
gue gak bakal jadi playboy lagi Sob, Janney
meluluhkan ku,” kata gombal mulai turun dari bibirnya. “Sama Mony lo
gimana?,” pertanyaan yang cukup mengangetkan. dengan santainya Aku menjawab,
“Kita teman,” jawaban yang tidak diinginkan oleh Axell.
***
Hari itu, aku
membuat pertanyataan yang cukup mengagetkan. “Gue mau mundur dari ketua karate
dan keluar ekskul karate, dari ketua Osis, kapten tim footsall.
gimana menurut lo?,” Axell awalnya sempet kaget karena Aku begitu tiba-tiba. “Gue
gak ngerti, lo raih semua itu dengan perjuangan, keluar dari tim footsall maka siapa
kaptennya? sekarang lo masih menjadi ketua Osis 8 bulan dan itu gak bisa
seenaknya keluar, kalo karate terserah lo sih, udah sabuk hitam ini,” jawaban
axell untuk kali ini memang terdengar realistis dan gak asal lagi ngejawabnya.
ilustrasi.net |
Diskusi yang
kita lakukan semakin panjang, hingga Aku hampir saja keceplosan dan bilang Aku
sakit. “Udah malem Sob, besok kita
lanjutkan diskusinya,” tutup. Pukul 00.30 WIB,
Aku terbangun dari tidur yang nyenyak dan melangkah ke toilet, gak lama Axell
terbangun mendengar suara jatuh yang cukup keras. Axell berjalan dengan cukup
hati-hati, beberapa kali Axell memanggil namaku, namun tak ada jawaban. Dengan penasaran
Axell membuka pintu toilet dan melihat Aku yang tergeletak di toilet dengan
darah yang ada di mulut, Axell mencoba buat sedikit tenang dan membantu berdiri.
Setelah dibawa ke
ruang Unit Gawat Darurat (UGD) dokter keluar dan menghampiri Axell. “Gimana keadaan
Harry?” tanya Axell yang terdengar panik. Dokterpun
mencoba buat menjelaskan ke Axell akan kondisiku yang belum diketahui apa
sebabnya. “Kami belum bisa pastiskan penyakit yang diderita Harry, kami harus
memeriksa darahnya terlebih dahulu agar lebih jelas,” rumah sakit itu, berbeda
dengan rumah sakit yang biasa Aku datangi.
Setelah beberapa
jam menunggu hasil Laboratorium, dokter memanggil keluarga yang saat itu hanya ada
kak Luna, rupanya Axell yang menelepon. “Apakah ada keluarganya?” tanya dokter.
Kak Luna berdiri dan menghampiri dokter dengan tegasnya berkata “Saya kakaknya,”
ucap kakak yang menahan kekhawatiran.
Inti dari
pembicaraan tersebut, “Harryxa Briantara mengidap Leukimia atau kanker darah,”
Lemas, itu
pasti. Percaya tidak percaya, karena selama ini Luna melihat gue selalu seger
dan tidak terlihat sakit.
“Leukimia,
penyakit yang mematikan karena sel darah merah dimakan oleh sel darah putih,
hanya sedikit orang yang bisa bertahan akan penyakitnya. Karena jika ingin
tetap hidup harus mendapatakan donor sumsum tulang. Jika Harry memiliki semangat
hidup yang tinggi, Harry bisa memalui ini walau tak mudah. Harry udah mengatuhi
penyakitnya karena didalam sample darahnya juga da beberapa obat yang udah
biasa dikonsumsi sama Harry seperti obat penahan sakit dan obat penambah darah,”
paparnya.
Setelah dengar
ucapan dokter, Aku yakin Luna akan sangat marah. Aku yang tidak pernah bilang
apa-apa soal penyakit Leukemia. “Harry gak pernah cerita dok dan dia gak pernah
terlihat lemas dia selalu terlihat energik dan ceria dia juga gak pernah mengeluh
apa-apa soal penyakitnya,” jelas Luna sedikit gak percaya.
Setelah keluar, Luna
coba buat atur emosinya dengan langkah cepat menuju keruangan, 15 menit
kemudian Luna sampai didalam kamar, tidak
ada tanda-tanda Aku akan sadarkan diri. Mungkin masih terpengaruh obat yang
disuntikan ke infusan, didalam kamar inap masih ada Axell yang setia. Kurang
lebih 40 menit kemudian Aku baru tersadar.
“Gue yakin ini
pasti bukan di kamar gue,” ucap setelah sadar dan melihat keadaan di sekitar. Luna
masih cari-cari waktu yang tepat buat menanyakan keadaan Aku secara langsung. “Lo
gak sekolah?,” Tanya Luna yang memulai percakapan disaat Aku terbangun. “Engaklah kak,
gue masih betah disini. hehe,” jawabnya dengan sangat santai. Entah karena
malas atau khawatir sebenarnya.
“Dokter ngomong
apa ke kakak?,” Tanya Axell, yang buat gue juga jadi sedikit cemas, apakah Luna
udah tahu yang sebenernya. “Kata dokter harry cuman kecapean aja, harus banyak
istirahat Harry pasti udah tahu kok karena sering ngalamin kayak gini kan?,” ucapan
Luna membuat Aku semakin meyakinkanku bahwa dirinya sudah tahu semuanya.(nida)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar