SELAMAT ULANG TAHUN, kata yang sering kali kita dengar setiap kali tanggal lahir. Bertahun-tahun itu seakan menjadi ritual yang wajib untuk selalu diucapkan. Namun, semenjak tiga tahun yang lalu aku sudah membenci hal tersebut.
Perkenalkan, namaku Mutiara Biru, siswa kelas 1 SMA di Kota Bandung. Dulu, sejak kecil aku selalu nampak antusias setiap kali memasuki tanggal kelahiran. Tapi, semua itu berubah seketika menjadi malapetaka.
Tiga tahun yang lalu, saat ulangtahun ke-12 aku mengundang seluruh teman-teman di SD se-angkatan ku untuk datang. Ayah selalu menjadi yang terdepan untuk membawakan acara atau memimpin permainan. Mungkin karena aku anak satu-satunya atau memang ayah suka dengan anak kecil, entahlah.
Setelah acara yang paling meriah seumur hidupku, tiba-tiba ayah jatuh sakit, tepat setelah seluruh teman-teman pulang. Ayah harus di operasi karena jantungnya yang lemah. Detik demi detik aku menunggu, air mata sudah tak lagi mau menetes, lampu ruang operasi masih berwarna hijau aku hanya berharap lampu itu segera hijau dan mendengarkan kabar baik jika ayah mampu diselamatkan.
Tapi kenyataannya, lampu itu tidak kunjung hijau hingga aku mulai terlelap dipangkuan bunda. Saat aku sadar, ternyata aku sudah di rumah. Ada hawa menakutkan yang menyelimutiku, ada perasaan gelisah di hatiku, aku tidak tenang dengan diriku sendiri dan yang terlintas hanya satu kata 'Ayah'. Aku berlari dengan setengah tubuhku yang masih sempoyongan, aku buka pintu kamar dengan penuh emosi, satu langkah dari kamar aku melihat banyak orang yang mengunakan pakaian serba hitam dan alunan ayat-ayat qursi.
Kemudian aku mencari sumber utama dari mana asal suara itu dan aku melihat ibu sedang dipeluk oleh nenek, ibu menangis tidak henti-hentinya aku melihat itu dari mata ibu yang sudah membengkak. Ibu sudah menagis sejak ayah di bawa ke rumah sakit. Di hadapan ibu ada tubuh yang diselimuti kain baik panjang berwarna coklat. Aku ingat sekali, itu kain yang selalu ayah bawa untuk mengendongku jika sedang berwisata, itu juga kain yang ada di dalam foto saat aku bayi yang selalu digunakan oleh ibu. Lalu, siapa orang yang ada dibawah kain itu? Hati aku gelisah. Tapi tanganku tidak berani untuk membukanya. Ada perasaan takut, takut apa yang aku bayangkan justru sebaliknya. Aku hanya mampu memandangi tubuh itu dengan air mata yang seakan tidak mau menetes. Bukan karena aku kuat, tapi entah kenapa aku paling sulit untuk menangis sejak kecil hingga saat ini.
Hingga ada satu tangan menepuk bahu kiri ku. Sejenak aku menarik nafas. Ayah. Gumamku dalam hati. Namun, saat aku melirik ternyata adik Ayah. "Yang kuat ya neng."
Aku masih belum faham dengan perkataan pamanku. Aku hanya meresponnya dengan dingin, karena aku memang tidak mengerti sama sekali ucapannya. "Ayah mana?" kata yang terlontar begitu saja dari mulutku.
Sejenak alunan ayat yang sedang dibacakan pun terhenti dan aku merasakan seluruh pandangan ada menatapku. Paman mengusap kepalaku dengan lembut dengan sedikit senyum simpul. "Sosok yang sedang kamu lihat sejak tadi adalah ayah."
AKu kaget. Tapi aku binggung harus merespon seperti apa. Nangis? Aku gak bisa nangis. Hanya satu hal akhirnya membuatku berani untuk membuka bagian wajah tubuh yang tertutup kain.
Ayah!! Aku kali ini benar-benar kaget. Air mata yang jarang sekali menangis tiba-tiba jatuh begitu saja. "Ayah gak lagi main kan? Bilang ke aku kalo Ayah cuman lagi ngerjain aku karena aku ulangtahun? Ayah Jawab!!" Nadaku semakin naik dan air mata semakin deras.
AKu hanya bisa menangis karena dua hal, Ibu dan Ayah, jika salah satu diantara mereka ada yang sakit aku langsung menangis dan panik. Kini, ayah meninggal. Aku merasa ada yang hilang dari tubuhku, aku merasa ada sesuatu yang membuat kaki ku menjadi sangat lumpuh.
Semenjak itu, aku membenci ulangtahun. Saat ini, bagiku ulangtahun tidak lebih dari sekedar pengingat bahwa kita sudah bertambah usia dan harus banyak hal yang bisa dikejar selain merayakannya. Ucapan, doa, dan Support dari mereka yang mengaku dekat dengaku adalah anugerah terindah karena masih diberikan orang-orang yang selalu ada di belakangku.
Surprise dari mereka aku anggap adalah bonus, begitu pun dengan kadonya. Aku pun sudah meminta kepada ibu untuk tidak lagi mengucapkan 'Selamat Ulang Tahun' untuk ku.
Penanida.
Selasa, 6 September 2016.