"Cek, gue udah di Papua."
"Oh, mulai kerjanya besok?"
"Iya."
"Yaudah, lu istirahat aja, besok pagi sebelum berangkat survei whatsapp gue ya."
Aneh, tak seperti tahun-tahun sebelumnya, ada perasaan kosong, kegelisahan, dan rindu yang mengebu-gebu. Dia telah pergi. Pergi untuk kembali. Tapi...
Berteman dengan Anton hampir empat tahun, namun baru kali ada perasaan yang aneh saat dia gak ada disamping gue. Entahlah.
Seminggu berlalu, Anton setiap malam selalu memberikan kabar, tepatnya pukul 22.00 WIB. Ya, dia mulai ke lapangan sekitar pukul 05.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB, input data sekitar 10-20 menit, tergantung bahan yang dia temui selama di jalan.
Dia selalu bercerita seputar GPS, lokasi pemandangan yang di deskripsikan dengan detail, ada rawa, pohon bakau, padang rumput, hewan-hewan liar yang dia temui saat menelusuri hutan, cuacanya yang panas, karakter dari setiap suku, lokasi dimana dia tinggal, hingga karakter dari setiap teman-temannya yang tergabung satu tim.
"Cek, lu tau gak, koordinator gue ditawarin nikah sama orang sini loh, haha."
"Terus, lu ditawarin juga gak?"
"Ya kagak lah, lagi pula kalo ditawarin juga gue bakal nunjukin foto seorang perempuan sambil berkata 'dialah calon istriku'."
"Deuh, so iye, paling lu langsung diusir. Haha," jawab gue yang sebenarnya entah kenapa kurang suka mendengarnya.
Semenjak Anton pacaran sama Lestari, dia lebih sering cuek atau bahkan gak peduli. Beberapa kali Lestari nangis dan mengadu ke gue karena hal-hal yang dilakuin Anton. Dibentak, diceukin, atau cemburu karena Anton lebih milih gue buat nemenin dia beli buku daripada ceweknya.
"Lu kenapa nelpon gue terus sih? Lu gak nelpon cewek lu?"
"Udah tadi siang, dia kan gak pernah begadang kayak lu."
"Lu bilang lagi dimana?"
"Lagi main dan dia marah."
Gue hanya bisa tertawa kecil saat mendengar ceritanya, Anton jarang sekali cerita tentang Lestari ke gue, padahal gue suka ingin kepo, tapi gue sadar gak bisa maksa orang dan memaksa bukan sifat gue.
"Eh lu kangen gak sama gue?"
"Kagak."
Anton setiap menelpon selalu nanya gue kangen apa enggak ke dia, pertanyaan yang oon sebenarnya, karena temen mana yang gak kangen sama temen deketnya, apalagi kalo tiap hari ketemu dan tiba-tiba harus ngilang selama tiga bulan.
Tapi gue selalu gengsi untuk bilang kangen. Jadi, ada beberapa hal yang gue manipulasi dengan gaya cuek gue. Beberapa kalimat yang dia ceritakan hanya gue respon dengan kata "yaudah" atau "terserah" dan kalimat itu selalu berhasil bikin dia kesal, tapi anehnya dia lagi-lagi cerita, padahal gue gak pernah nyuruh.
Ya, Anton sosok cowok yang bawel dan hobi banget cerita, gue? sebaliknya, lebih seneng mendengarkan dan memperhatikan orang lain ngobrol.
"Giliran lu dong yang cerita, dari kemarin gue melulu."
"Gue cuman lagi sibuk kuliah dan ngurus dua skripsi."
"Terus?"
"Ya gak terus-terus, mendingan lu lagi yang cerita hari ini kerjaannya gimana? ada yang menarik gak?"
"Tau ah, bete, lu gak mau cerita."
Dan obrolan selalu berakhir selalu tidak enak, karena dia keburu bete. Tapi kita aja, besok malem dia bakalan nelpon gue lagi. Bukan so kepedean, tapi itu yang selalu terjadi sejak empat tahun yang lalu.
Bersambung..............
"Oh, mulai kerjanya besok?"
"Iya."
"Yaudah, lu istirahat aja, besok pagi sebelum berangkat survei whatsapp gue ya."
***
Aneh, tak seperti tahun-tahun sebelumnya, ada perasaan kosong, kegelisahan, dan rindu yang mengebu-gebu. Dia telah pergi. Pergi untuk kembali. Tapi...
Berteman dengan Anton hampir empat tahun, namun baru kali ada perasaan yang aneh saat dia gak ada disamping gue. Entahlah.
Seminggu berlalu, Anton setiap malam selalu memberikan kabar, tepatnya pukul 22.00 WIB. Ya, dia mulai ke lapangan sekitar pukul 05.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB, input data sekitar 10-20 menit, tergantung bahan yang dia temui selama di jalan.
Dia selalu bercerita seputar GPS, lokasi pemandangan yang di deskripsikan dengan detail, ada rawa, pohon bakau, padang rumput, hewan-hewan liar yang dia temui saat menelusuri hutan, cuacanya yang panas, karakter dari setiap suku, lokasi dimana dia tinggal, hingga karakter dari setiap teman-temannya yang tergabung satu tim.
"Cek, lu tau gak, koordinator gue ditawarin nikah sama orang sini loh, haha."
"Terus, lu ditawarin juga gak?"
"Ya kagak lah, lagi pula kalo ditawarin juga gue bakal nunjukin foto seorang perempuan sambil berkata 'dialah calon istriku'."
"Deuh, so iye, paling lu langsung diusir. Haha," jawab gue yang sebenarnya entah kenapa kurang suka mendengarnya.
Semenjak Anton pacaran sama Lestari, dia lebih sering cuek atau bahkan gak peduli. Beberapa kali Lestari nangis dan mengadu ke gue karena hal-hal yang dilakuin Anton. Dibentak, diceukin, atau cemburu karena Anton lebih milih gue buat nemenin dia beli buku daripada ceweknya.
"Lu kenapa nelpon gue terus sih? Lu gak nelpon cewek lu?"
"Udah tadi siang, dia kan gak pernah begadang kayak lu."
"Lu bilang lagi dimana?"
"Lagi main dan dia marah."
Gue hanya bisa tertawa kecil saat mendengar ceritanya, Anton jarang sekali cerita tentang Lestari ke gue, padahal gue suka ingin kepo, tapi gue sadar gak bisa maksa orang dan memaksa bukan sifat gue.
"Eh lu kangen gak sama gue?"
"Kagak."
Anton setiap menelpon selalu nanya gue kangen apa enggak ke dia, pertanyaan yang oon sebenarnya, karena temen mana yang gak kangen sama temen deketnya, apalagi kalo tiap hari ketemu dan tiba-tiba harus ngilang selama tiga bulan.
Tapi gue selalu gengsi untuk bilang kangen. Jadi, ada beberapa hal yang gue manipulasi dengan gaya cuek gue. Beberapa kalimat yang dia ceritakan hanya gue respon dengan kata "yaudah" atau "terserah" dan kalimat itu selalu berhasil bikin dia kesal, tapi anehnya dia lagi-lagi cerita, padahal gue gak pernah nyuruh.
Ya, Anton sosok cowok yang bawel dan hobi banget cerita, gue? sebaliknya, lebih seneng mendengarkan dan memperhatikan orang lain ngobrol.
"Giliran lu dong yang cerita, dari kemarin gue melulu."
"Gue cuman lagi sibuk kuliah dan ngurus dua skripsi."
"Terus?"
"Ya gak terus-terus, mendingan lu lagi yang cerita hari ini kerjaannya gimana? ada yang menarik gak?"
"Tau ah, bete, lu gak mau cerita."
Dan obrolan selalu berakhir selalu tidak enak, karena dia keburu bete. Tapi kita aja, besok malem dia bakalan nelpon gue lagi. Bukan so kepedean, tapi itu yang selalu terjadi sejak empat tahun yang lalu.
Bersambung..............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar