06/08/15

(3) Teman Tapi Mesra?

SIAPA yang ingin aku salahkan sebenarnuya? Semua yang berlalu begitu saja, semua, semua seakan memiliki magnet untuk meluapkan segala hal yang tidak bisa dikendalikan oleh logika.

"Gue gak punya kesempatan."

"Sotoi!"

*****

Masih dalam edisi aku mendiamkannya, menjaga jarak, menjaga hal-hal yang memungkinkan perasaan ini berkembang biak dari nalar yang tak terduga. Perasaan yang terkoyak dengan hal-hal sepele namun  bisa membuat hati sedikit berguncang.

"Heh Mony, jelasin ke gue yang sebenarnya!"

"Apa yang harus gue jelasin Nton? Apa?" Nadaku tiba-tiba naik satu oktaf dari nada biasanya, ada perasaan marah, namun gak bisa terlampiaskan. Karena gue bukan tipe yang mudah meledakan emosi, ibarat bom waktu, itulah gue.

"Gue mohon, jangan tinggalin gue," nada Anton tiba-tiba melemah dari nada sebelumnya, ada nada permintaan di dalamnya, ada nada sedikit memelas yang terbaut dengan kesedihan.

Gue gak bakal ninggalin elu, Anton. Gak bakal. Tapi seakan gue susah buat meluapkannya, padahal apa susahnya bilang "ok" atau hanya sekedar bilang "iya" untuk mengakhiri masa pendiaman gue.

Disisi lain, sikap Dony semakin tidak membuat nyaman, setiap hari selalu berantem dengannya karena hal-hal sepele. Bukan lagi soal dia cemburu, tapi lebih dari itu, dia mulai mengengkang gerak-gerik gue, pertemanan, kuliah, hingga kerja part-time gue yang terus dipantau.

Setiap hari, 3x sehari dia nelpon, ibarat seorang dokter yang selalu mengingatkan untuk makan. Gue emang paling susah makan, karena lebih sering lupa buat makan dan minum. Tapi si Anton juga melakukan hal yang sama ke gue, dengan cara yang berbeda. Ya, cara Anton bikin gue nyaman, berbanding terbalik dengan caranya Dony.

Tak seharusnya gue membandingkan mereka, jelas mereka berbeda, Dony kekasih gue dan Anton? Dia teman dekat gue, ya teman dekat sejak 3 tahun ini. Teman yang selalu jadi sandaran gue disaat gue senang atau sedih.

"Gue kangen elu, Mony"

Langkah pun terhenti. Mencoba memberanikan diri untuk membalikan badan dan kembali menatap wajah manis Anton, ya Anton pria yang cukup manis dengan kulit coklat, mata belo, pipi tirus, dan hidungnya pun mancung.

"Tumben lu manggil gue Mony, biasanya pesek, atau cuman cek doang."

Anton kembali tersenyum, raut wajah kesedihan perlahan hilang, dan entah kenapa gue senang melihatnya. "Jangan kayak gini lagi ya cek, gue gak bisa hidup tanpa lu"

"Haha, lebay!"

Gue mencoba untuk kembali dekat dengannya, seakan kejadian beberapa ini tak pernah terjadi. Anton pasti faham sama apa yang gue lakuin kemarin, toh dia gak pernah nanya lagi alasan kenapa gue ngejauhinnya. Lagi pula, gue gak bisa menjawab kalo dia nanya.

Bersambung.......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar