31/03/14

Mereka Yang Sudah Tiada

Dulu, saat aku kehilangan orang yang disayang, beliau ada disamping kanan ku, tangan kirinya merangkul pundak ku yang saat itu lemah tak bertenaga. Lalu, tangan kanan beliau menghapuskan air mata yang terus mengalir. Bibirnya hanya tersenyum memandang wajah yang saat itu aku hanya bertatap kedepan dengan tatapan kosong, ya.. aku tau beliau tidak ingin aku bersedih saat itu, rangkulan hangatnya mencoba menyadarkan aku bahwa semua cepat atau lambat akan dirasakan oleh semua orang.

"Nangislah sekarang, habiskan semua air mata kesedihan Nik. Biar suatu saat nanti Nik tidak nangis lagi," akhirnya lontaran dari kata beliau terucap dengan lembut.

Saat itu, gadis berusia 18 tahun hanya mampu membisu, air mata yang tidak diinginkan keluar, tiba-tiba saja mengalir dengan derasnya tanpa perintah logika. "Ini adil gak sih pa?" akhirnya kalimat pertama aku hari itu terdengar.

Beliau sejenak diam dan aku merasakan sebuah kekakuan yang terasa. Tangan kanannya berubah menjadi memeluk aku dengan sangat kencang, pelukan hangat yang dirasakan, pelukan kerinduan seorang ayah, pelukan yang seakan-akan ingin terus melindungi. "Kamu, masih punya saya. Saya bisa jadi Ayah kamu,"

Saat itu aku tidak bisa berfikir jernih, yang aku lakukan hanya balik memeluk dan air mata kembali mengalir dengan derasnya.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar