09/01/14

Jakarta #1

NEZ, itulah panggilan teman-teman keapadaku. Kalian tidak perlu tahu siapa namaku yang sesungguhnya karena aku sendiri saja hampir lupa akan nama lengakapku sendiri. Dan mungkin hanya seorang sahabatku yang tahu siapa nama lengkapku.

Hidup seorang diri di Jakarta bukan lah yang sangat mudah, beberapa kali aku hampir jatuh kedalam lubang setan yang mungkin bakal bikin aku menyesal seumur hidup, untungnya ada Toni sahabat sekaligus guru spiritual bagiku.

Aku menginjakkan kaki di Jakarta sejak SMA kelas satu hingga sekarang, percaya atau tidak aku kabur dari desa ku yang sangat terpencil di sebuah daerah jawa barat. Aku kabur ke Jakarta demi ingin meneruskan sekolah yang lebih tinggi seperti impian ku selama ini, aku banting tulang hingga rarut malam usai pulang sekolah.

Bukannya narsis, tapi aku anak yang cukup pintar di kelas. Trebukti dari semua nilai ku yang bagus dan setiap ulangan aku tak pernah di ulang. Aku tidak mencontek loh, karena itu perbuatan yang sangat tidak terpuji. Aku belajar sehabis salat subuh walau hanya sekedar mengerjakan tugas rumah yang di berikan oleh guru.

Mungkin aku tidak punya waktu luang yang sangat banyak untuk belajar karena sibuk berkerja, kalo tidak bekerja aku tidak akan mungkin bisa makan, aku juga tidak akan bisa bayar uang sekolah.
Terkadang aku sering merasakan rindu ke mamah yang mungkin saja mencariku atau mungkin tidak, entahlah. Kini aku terus focus sama sekolah ku. Setiap hari selalu ada aja cobaan dari teman sebaya, entah mereka mengajak ke dunia malam yang kata mereka sih itu sangat asik. Tapi kata aku itu sangat menghamburkan uang, sangat di maklumi. Mereka tidak mengerti apa arti hidup itu yang sebenarnya, mereka tidak tau seberapa penting nilai uang itu bagi aku.

Aku mungkin seseorang yang sangat beruntung karena punya sahabat seperti Toni, dia anak orang kaya tapi di sangat baik, aku mengenal toni waktu pertama kali menginjak kan kaki di Jakarta, Stasiun. Kayak sinetron aja yah. Hihi..

Aku sedikit lupa sih kenapa tiba-tiba aku sangat dekat dengan dirinya, tapi yang paling aku ingat dia terus membuktikan bahwa di bukan orang jahat dan hanya ingin menolongku.

Toni seorang mahasiswa yang cerdas dan ganteng, dia selalu menceramahi ku jika aku melakukan sesuatu yang buruk, entah itu kelakuan atupun ucapan. Kata-kata Toni yang selalu aku ingat.

“Hidup di Jakarta harus rela di korbankan, kaki jadi kepala dan kepala jadi kaki. Kamu kalo mau hidup di Jakarta jangan pernahg putus asa dan buktikan kepada mereka kamu mampu mengalahkan orang kota,”

Kata-kata itu yang selalu memotivasi aku jika aku sudah mulai keluar dari koridor ke agamaan, Toni selalu siap menerrangkan jika ada pelajaran yang tidak bisa aku kuasai, dan lagi-lagi Toni berkata. 

“Kamu bukannya tidak bisa, tapi kamu belum bisa,”

Next ----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar